Aspek Kode Etik dan HAKI Bidang TIK
Aspek Kode Etik
dan HAKI Bidang TIK
A. Mengidentifikasi Aspek Kode Etik
dan HAKI Bidang TIK
Dalam bidang TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) para peserta diklat
diharapkan mengetahui etika dalam melakukan setiap pekerjaan. Etika profesi
berhubungan dengan memahami dan menghormati budaya kerja yang ada, memahami
profesi dan jabatan, memahami peraturan perusahaan, dan memahami hukum.
Salah satu etika profesi yang juga harus mereka pahami adalah kode etik
dalam bidang TIK dimana mereka harus mampu memilah sebuah program ataupun
software yang akan mereka pergunakan apakah legal atau illegal, karena program
atau sistem operasi apapun yang akan mereka gunakan, selalu ada aturan
penggunaan atau license agreement.
Dalam pemahaman bidang hukum mereka harus mengetahui undang-undang yang
membahas tentang HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) dan pasal-pasal yang
membahas hal tersebut.
Hukum Hak Cipta melindungi karya
intelektual dan seni dalam bentuk ekspresi. Ekspresi yang dimaksud seperti
dalam bentuk tulisan seperti lirik lagu, puisi, artikel, atau buku, dalam
bentuk gambar seperti foto, gambar arsitektur, peta, serta dalam bentuk suara
dan video seperti rekaman lagu, pidato, video pertunjukan, video koreografi,
dan lain-lain.
Definisi lain yang terkait adalah Hak
Paten, yaitu hak eksklusif atas ekspresi di dalam Hak Cipta di atas dalam
kaitannya dengan perdagangan. Hak Cipta diberikan seumur hidup kepada pencipta
ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, sedangkan paten berlaku 20
tahun. Hak Cipta direpresentasikan dalam tulisan dengan simbol © (copyright),
sedangkan Hak Paten disimbolkan dengan ™ (trademark). Hak Paten yang masih
dalam proses pendaftaran disimbolkan ® (registered).
Hukum Hak Cipta bertujuan
melindungi hak pembuat dalam mendistribusikan, menjual atau membuat turunan
dari karya tersebut. Perlindungan yang didapatkan oleh pembuat (author) adalah
perlindungan terhadap penjiplakan (plagiat) oleh orang lain. Hak Cipta sering
diasosiasikan sebagai jual-beli lisensi, namun distribusi Hak Cipta tersebut
tidak hanya dalam konteks jual-beli, sebab bisa saja sang pembuat karya membuat
pernyataan bahwa hasil karyanya bebas dipakai dan didistribusikan (tanpa
jual-beli), seperti yang kita kenal dalam dunia Open Source, originalitas karya
tetap dimiliki oleh pembuat, namun distribusi dan redistribusi mengacu pada
aturan Open Source.
Hak Cipta tidak melindungi peniruan ide, konsep atau sumber-sumber
referensi penciptaan karya. Sebagai contoh Apple sempat menuntut penjiplakan
tema Aqua kepada komunitas Open Source, namun yang terjadi adalah bukan
penjiplakan, tapi peniruan. Hak Cipta yang dimiliki Apple adalah barisan kode
Aqua beserta logo dan gambar-gambarnya, sedangkan komunitas Open Source meniru
wujud akhir tema Aqua dalam kode yang berbeda, dan tentunya membuat baru gambar
dan warna pendukungnya. Meniru bukanlah
karya tiruan.
Dalam perangkat lunak selain karya asli yang dilindungi juga karya tiruan (derivasi) tetap dilindungi. Misal
Priyadi yang membuat kode plugin PHP exec di WordPress harus mengikuti aturan
redistribusi yang berlaku pada WordPress, dan WordPress mengikuti aturan PHP
dan PHP mempunyai lisensi Open Source. Dengan kata lain Priyadi harus tunduk
terhadap aturan Open Source dalam meredistribusikan kodenya. Karena karya
tersebut bersifat turunan.
a.
Freeware
Istilah
freeware tidak terdefinisi dengan
jelas, tapi biasanya digunakan untuk paket-paket ini bukan perangkat lunak
bebas, jadi jangan menggunakan istilah freeware
untuk merujuk ke perangkat lunak bebas.
Sebagai
contohnya jika anda mendownload sebuah software di Internet yang bertuliskan
freeware, maka biasanya software itu berukuran kecil. Sehingga banyak performa
software yang kurang.
b.
Shareware
Shareware ialah perangkat lunak yang mengizinkan orang-orang
untuk meredistribusikan salinannya, tetapi mereka yang terus menggunakannya
diminta untuk membayar biaya lisensi. Shareware bukan perangkat lunak bebas
ataupun semi-bebas. Ada dua alasan untuk hal ini, yakni sebagian besar
shareware, kode programnya tidak tersedia, jadi anda tidak dapat memodifikasi
program tersebut sama sekali. Shareware tidak mengizinkan seseorang untuk
membuat salinan dan memasangnya tanpa membayar biaya lisensi, tidak juga untuk
orang-orang yang dilibatkan dalam kegiatan nirlaba. Dalam prakteknya, orang-orang
sering tidak mempedulikan perjanjian distribusi dan tetap melakukan hal
tersebut. Tapi sebenarnya perjanjian tidak mengizinkannya.
Untuk lebih
jelasnya saya berikan contohnya yaitu apabila anda mendownload suatu game dari
Internet yang bertuliskan shareware. Maka anda dapat memainkan sampai stage 1,
setelah anda sukses dan melanjutkan ke stage 2, anda harus membayar lisensinya
(biaya game tersebut). Setelah membayar lisensi tersebut maka anda dapat
melanjutkan ke stage berapa pun sampai anda mengakhiri game tersebut.
c. Lisensi Open Source (CopyLeft)
Open source bila
diterjemahkan secara langsung, open source berarti “(kode) sumber yang
terbuka”. Sumber yang dimaksud disini adalah source code (kode sumber) dari
sebuah software (perangkat lunak), baik itu berupa kode-kode bahasa pemrograman
maupun dokumentasi dari software tersebut.
Open Source adalah suatu budaya. Hal ini bermaksud untuk
menegaskan bahwa open source ini berlatar dari gerakan nurani para pembuat
software yang berpendapat bahwa source code itu selayaknya dibuka terhadap
publik. Tetapi pada prakteknya open source itu bukan hanya berarti memberikan
akses pada pihak luar terhadap source code sebuah software secara cuma-cuma,
melainkan lebih dari itu. Ada banyak hal yang perlu dipenuhi agar sebuah
software dapat disebut didistribusikan secara open source atau dengan kata lain
bersifat open source.
Sebuah organisasi
yang bernama Open Source Organization,
mendefinikan pendistribusian software yang
bersifat open source dalam The Open
Source Definition. The Open Source Definition ini bukanlah sebuah lisensi,
melainkan suatu set kondisi-kondisi yang harus dipenuhi, agar sebuah lisensi
dapat disebut bersifat open source.
Adapun definisinya adalah sebagai berikut:
1.
Pendistribusian
ulang secara cuma-cuma. Sebagai contoh adalah linux yang dapat diperoleh secara
cuma-cuma.
2. Source
code software tersebut
harus disertakan atau diletakkan di tempat yang dapat diakses dengan biaya yang
rasional. Dan tentu tidak diperkenankan untuk menyebarkan source code yang
menyesatkan.
3. Software hasil modifikasi atau yang
diturunkan dari software berlisensi source code, harus diijinkan untuk
didistribusikan dengan lisensi yang sama seperti software asalnya.
4. Untuk menjaga integritas source code milik
penulis software asal, lisensi software tersebut dapat melarang pendistribusian
source code yang termodifikasi, dengan syarat, lisensi itu mengijinkan
pendistribusian file-file patch (potongan file untuk memodifikasi sebuah source
code) yang bertujuan memodifikasi program tersebut dengan source code asal
tersebut. Dengan begitu, pihak lain dapat memperoleh software yang telah
dimodifikasi dengan cara mem-patch (merakit) source code asal sebelum
mengkompilasi. Lisensi itu secara eksplisit harus memperbolehkan
pendistribusian software yang dibuat dari source code yang telah dimodifikasi.
Lisensi tersebut mungkin memerlukan hasil kerja modifikasi untuk menyandang
nama atau versi yang berbeda dari software asal.
5. Lisensi tersebut tidak diperbolehkan
menciptakan diskriminasi terhadap orang secara individu atau kelompok.
6. Lisensi tersebut tidak boleh membatasi
seseorang dari menggunakan program itu dalam suatu bidang pemberdayaan
tertentu. Sebagai contoh, tidak ada pembatasan program tersebut terhadap
penggunaan dalam bidang bisnis, atau terhadap pemanfaatan dalam bidang riset
genetik.
7. Hak-hak yang dicantumkan pada program
tersebut harus dapat diterapkan pada semua yang menerima tanpa perlu
dikeluarkannya lisensi tambahan oleh pihak-pihak tersebut.
8. Lisensi tersebut tidak diperbolehkan
bersifat spesifik terhadap suatu produk. Hak-hak yang tercantum pada suatu
program tidak boleh tergantung pada apakah program tersebut merupakan bagian
dari suatu distribusi software tertentu atau tidak. Sekalipun program diambil
dari distribusi tersebut dan digunakan atau didistribusikan selaras dengan
lisensi program itu, semua pihak yang menerima harus memiliki hak yang sama
seperti yang diberikan pada pendistribusian software asal.
9. Lisensi tersebut tidak diperbolehkan
membatasi software lain. Sebagai contoh, lisensi itu tidak boleh memaksakan
bahwa program lain yang didistribusikan pada media yang sama harus bersifat
open source atau sebuah software compiler yang bersifat open source tidak boleh
melarang produk software yang dihasilkan dengan compiler tersebut untuk
didistribusikan kembali.
Lisensi-lisensi
yang telah disertifikasi oleh Open
Source Organization ini diantara lain GNU General Public License (GPL)
(juga dikenal sebagai “Copyleft”), GNU Library General
Public Lisence (LGPL), dan Sun Public License. Daftar selengkapnya dapat
dilihat di http://www.opensource.org/licenses.
GNU GPL dan
GNU LGPL adalah lisensi yang dibuat oleh The Free Software Foundation. Lisensi
ini pula yang digunakan oleh software Linux pada umumnya. Kata “free” dalam
lisensi ini merajuk pada hal “kebebasan”, bukan pada hal “uang”. Dengan kata
lain, “free” dalam hal ini berarti “bebas” bukan “gratis”, seperti yang
tertulis dalam pembukaan lisensi tersebut diatas.
Berikut
adalah cuplikan dari pembukaan GNU GPL yang dapat dikatakan merupakan rangkuman
dari keseluruhan lisensi tersebut.
“Ketika kita berbicara tentang
perangkat lunak bebas, kita mengacu kepada kebebasan, bukan harga. Lisensi
Publik Umum kami dirancang untuk menjamin bahwa Anda memiliki kebebasan untuk
mendistribusikan salinan dari perangkat lunak bebas (dan memberi harga untuk
jasa tersebut jika Anda mau), mendapatkan source code atau bisa mendapatkannya
jika Anda mau, mengubah suatu perangkat lunak atau menggunakan bagian dari
perangkat lunak tersebut dalam suatu program baru yang juga bebas, dan
mengetahui bahwa Anda dapat melakukan semua hal ini”.
Undang-Undang
HAKI bidang TIK
BAGIAN PERTAMA
FUNGSI DAN SIFAT HAK CIPTA
PASAL 2
(1). Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang
timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa melindungi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2). Pencipta dan/atau Pemegang Hak Cipta atas
karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin
atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut
untuk kepentingan yang bersifat komersial.
BAGIAN KEEMPAT
CIPTAAN YANG DILINDUNGI
PASAL 12
Dalam undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi
adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. Buku, program komputer, pamflet,
perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
lain;
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain
yang sejenis dengan itu;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan
pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
d. Drama atau drama musikal, tari,
koreografi, pewayangan, dan pantomim;
e. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni
lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan
seni terapan;
f. Arsitektur;
g. Peta;
h. Seni batik;
i.
Photografi;
j.
Sinematografi;
k. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,
database, dan karya lain dari hasil pengaliwujudan.
BAGIAN KELIMA
PEMBATASAN HAK CIPTA
PASAL 14
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Pengumuman dan/atau Perbanyakan lambang
Negara dan lagu kebangsaan menurut sifat asli;
b. Pengumuman dan/atau Perbanyakan segala
sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama Pemerintah,
kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi , baik dengan peraturan
perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan itu sendiri atau
ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya
maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau
sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara
lengkap.
PASAL 15
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau
dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari Pencipta;
b. Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik
seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar
Pengadilan;
c. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik
seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
(i). Ceramah yang semata-mata untuk tujuan
pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
(ii). Pertunjukan atau pementasan yang tidak
dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
Pencipta.
d. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braile guna keperluan para tunanetra,
kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;
e. Perbanyakan suatu Ciptaan selain program
komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa
oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat
dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
f. Perubahan yang dilakukan berdasarkan
pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan
bangunan;
g. Pembuatan salinan cadangan suatu program
komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan semata-mata untuk
digunakan sendiri.
PASAL 16
(1). Untuk kepentingan pendidikan, ilmu
pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan, terhadap Ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan sastra, Menteri setelah mendengar pertimbangan
Dewan Hak Cipta dapat:
a. Mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk
melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau perbanyakan Ciptaan tersebut di
wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan;
b. Mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang
bersangkutan untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk menerjemahkan
dan/atau memperbanyak Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia
dalam waktu yagn ditentukan dalam hal Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan
tidak melaksanakan sendiri atau melaksanakan sendiri kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam huruf a;
c. Menunjuk pihak lain untuk melakukan
penerjemahan dan/atau perbanyakan Ciptaan tersebut dalam hal Pemegang Hak Cipta
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
(2). Kewajiban untuk menerjemahkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun
sejak diterbitkannya Ciptaan di bidang ilmu pengetahuan dan sastra selama karya
tersebut belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia;
(3). Kewajiban untuk memperbanyak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah lewat jangka waktu:
a. 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya buku
di bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam dan buku itu belum pernah
diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia.
b. 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya buku
di bidang ilmu sosial dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara
Republik Indonesia
c. 7 (tujuh) tahun sejak diumumkannya buku di
bidang seni dan sastra dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara
Republik Indonesia
(4). Penerjemahan atau perbanyakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk pemakaian di dalam wilayah
Negara Republik Indonesia dan tidak untuk diekspor ke wilayah Negara lain;
(5). Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dan huruf c disertai pemberian imbalan yang besarnya
ditetapkan dengan Keputusan Presiden;
(6). Ketentuan tentang tata cara pengajuan
Permohonan untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Presiden.
BAGIAN KEDELAPAN
SARANA KONTROL TEKNOLOGI
PASAL 27
Kecuali atas izin Pencipta, sarana kontrol
teknologi sebagai pengaman hak Pencipta tidak diperbolehkan dirusak,
ditiadakan, atau dibuat tidak berfungsi.
PASAL 28
(1). Ciptaan-ciptaan yang menggunakan sarana
produksi berteknologi tinggi, khususnya di bidang cakram optik (optical disc),
wajib memenuhi semua peraturan perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan
oleh instansi yang berwenang;
(2). Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana
produksi berteknologi tinggi yang memproduksi cakram optik sebagaimana diatur
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
MASA BERLAKU HAK CIPTA
PASAL 29
(1). Hak Cipta atas Ciptaan:
a. Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis
lain;
b. Drama atau drama musikal, tari,
koreografi;
c. Segala bentuk seni rupa, seperti seni
lukis, seni pahat, dan seni patung;
d. Seni batik;
e. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks,
f. Arsitektur;
g. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan
sejenis lain;
h. Alat peraga;
i.
Peta;
j.
Terjemahan,
tafsir, saduran, dan bunga rampai berlaku selama hidup Pencipta dan terus
berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
(2). Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama
hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50
(lima puluh) tahun sesudahnya.
PASAL 30
(1). Hak Cipta atas Ciptaan:
a. Program Komputer;
b. Sinematografi;
c. Fotografi;
d. Database; dan
e. Karya hasil pengalihwujudan, berlaku
selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan
(2). Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang
diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali
diterbitkan;
(3). Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini serta pasal 29 ayat (1) yang
dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh)
tahun sejak pertama kali diumumkan.
BAB V
LISENSI
PASAL 45
(1). Pemegang Hak Cipta berhak memberikan
Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk
melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2;
(2). Kecuali diperjanjiakan lain, lingkup
Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan
berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia;
(3). Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan kewajiban
pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi;
(4). Jumlah royalti yang wajib dibayarkan
kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi.
PASAL 46
Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta
tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga
untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2.
PASAL 47
(1). Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan
yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat
ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2). Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap
pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jendral;
(3). Direktorat Jendral wajib menolak
pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1);
(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan
perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
PASAL 72
(1). Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49
ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
(2). Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
(3). Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer
dipidana dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
(4). Barangsiapa dengan sengaja melanggar pasal
17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
(5). Barangsiapa dengan sengaja melanggar pasal
19, pasal 20, atau pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh
juta rupiah);
(6). Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
melanggar pasal 24 atau pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah);
(7). Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
melanggar pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah);
(8). Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
melanggar pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah);
(9). Barangsiapa dengan sengaja melanggar pasal
28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Dikutip
dari Modul
Mentari
(Sahabat Menimba Ilmu), Surakarta, 2006
Komentar
Posting Komentar